Info Seputar Sukabumi

Tampilkan postingan dengan label PSIKOPAT ALERGI DIET RYAN JOMBANG. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PSIKOPAT ALERGI DIET RYAN JOMBANG. Tampilkan semua postingan

Selasa, 29 Juli 2008

PENCEGAHAN PSIKOPAT SEJAK USIA ANAK
Dr Widodo Judarwanto SpA

Klinik Alergi Anak , RS Bunda Jakarta
Jl Taman bendungan Asahan 5 Jakarta Pusat
Phone 021-5703646, 70081995
Email : wido25@hotmail.com, htpp://alergianak.blogspot.com


Ryan si pembunuh berantai dari Jombang menggegerkan masyarakat Indonesia. Sudah sebelas nyawa dilaporkan terbunuh dengan kejam. Tragisnya sepuluh di anataranya dikubur di halaman rumahnya. Banyak pihak termasuk para ahli kesehatan menduga sangat mungkin penjagal berdarah dingin itu adalah seorang psikopat.

Ternyata tidak semua pembunuh adalah psikopat dan tidak semua psikopat pembunuh. Sebenarnya lebih banyak lagi psikopat yang berkeliaran dan hidup di tengah-tengah masyarakat, bukan sebagai pelaku kriminal. Selama ini mungkin tidak disadari psikopat ada di sekitar kita. Apakah tetangga, teman kerja atau bahkan pasangan serta anggota keluarga mengalaminya. Penyimpangan perilaku itu adalah sikap egois, tidak pernah mengakui kesalahan bahkan selalu mengulangi kesalahan, tidak memiliki empati, dan tidak punya hati nurani. Bila itu semua ada kecurigaan psikopat layak diberikan.
Penelitian menunjukkan bahwa psikopat berkaitan dengan genetik, gangguan fungsi otak dan lingkungan maka pencegahan dapat dilakukan sejak dini. BAHKAN PENELITIAN LAIN MENYEBUTKAN ALERGI MAKANAN DAN INTOLERANSI MAKANAN BERKAITAN DENGAN KEJADIAN PERBUATAN KRIMINAL DI USIA MUDA. Mengingat dampak yang terjadi sangat besar dan berbahaya, maka harus diupayakan tindakan pencegahan. Kendala pencegahan akan lebih sulit dilakukan karena faktor penyebab psikopat sendiri saat ini masih belum dapat diungkapkan secara jelas. Sehingga tindakan optimal yang dapat dilakukan sejauh ini adalah sebatas mengenali faktor resiko sejak dini.

PSIKOPAT

Psikopat adalah suatu gejala kelainan yang sejak dulu dianggap berbahaya dan mengganggu masyarakat. Istilah psikopat yang sudah sangat dikenal masyarakat justru tidak ditemukan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) IV. Artinya, psikopat tidak tercantum dalam daftar penyakit, gangguan atau kelainan jiwa di lingkungan ahli kedokteran jiwa Amerika Serikat. Psikopat dalam kedokteran jiwa masuk dalam klasifikasi gangguan kepribadian dissosial. Selain psikopatik, ada gangguan antisosial, asosial, dan amoral yang masuk dalam klasifikasi gangguan kepribadian dissosial.

Psikopat berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan pathos yang berarti penyakit. Psikopat tak sama dengan
skizofrenia karena seorang psikopat sadar sepenuhnya atas perbuatannya. Gejalanya sendiri sering disebut dengan psikopati, pengidapnya seringkali disebut "orang gila tanpa gangguan mental". Menurut penelitian sekitar 1% dari total populasi dunia mengidap psikopati. Pengidap ini sulit dideteksi karena sebanyak 80% lebih banyak yang berkeliaran daripada yang mendekam di penjara atau dirumah sakit jiwa, pengidapnya juga sukar disembuhkan. Dalam kasus kriminal, psikopat dikenali sebagai pembunuh, pemerkosa, pelaku kekerasan dalam rumah tangga, pelaku bunuh diri dan koruptor. Namun, ini hanyalah 15-20 persen dari total psikopat. Selebihnya adalah pribadi yang berpenampilan sempurna, pandai bertutur kata, mempesona, mempunyai daya tarik luar biasa dan menyenangkan

PENYEBAB
Sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti penyebab psikopat. Berbagai teori dikemukakan oleh para peneliti. Teori kelainan struktural otak seperti penurunan intensitas bagian otak di daerah prefrontal grey matter dan penurunan volume otak di bagian “posterior hippocampal” dan peningkatan intensitas otak bagian “callosal white matter”. Teori lain adalah gangguan metabolisme serotonin, gangguan fungsi otak dan genetik yang diduga ikut menciptakan karakter monster seorang psikopat.
Mungkin tidak terdapat kerusakan otak sebagai penyebab psikopatik. Tetapi terdapat anomali dalam cara psikopat memproses informasi. Dalam penelitian menggunakan MRI melalui pengenalan gambar-gambar kasus bunuh diri yang tidak menyeramkan. Pada orang non-psikopat terlihat banyak sekali aktivasi di amigdala sedangkan pada psikopat tidak ada perbedaan sama sekali. Namun ada peningkatan aktivitas di area lain pada otak yaitu area ekstra-limbik. Tampaknya psikopat menganalisis materi emosional di area otak tersebut.
Tidak mudah mendiagnosa psikopat. Namun ada tiga ciri utama yang biasanya melakat pada seorang psikopat, yakni egosentris, tidak punya empati, dan tidak pernah menyesal. Terdapat sepuluh karakter spesifik psikopat. Di anataranya adalah tidak memiliki empati, emosi dangkal, manipulatif, pembohong, egosentris, pintar bicara, toleransi yang rendah pada frustasi, membangun relasi yang singkat dan episodik, gaya hidup parasitik, dan melanggar norma sosial yang persisten.
DETEKSI DINI

Selain ada anomali di otak, faktor genetik dan lingkungan juga berperan besar melahirkan karakter psikopat. Ciri psikopat sebenarnya bisa dideteksi sejak kanak-kanak melalui berbagai perilaku yang tidak biasa. Perilaku antisosial pada anak-anak ternyata merupakan warisan genetik. Penelitian terhadap anak-anak kembar menunjukkan, anak menunjukkan kecenderungan psikopatik dini. Penelitian tersebut telah dilakukan terhadap 3.687 pasang anak kembar berusia tujuh tahun.

Bila faktor genetik berpengaruh, maka gangguan perilaku psikopat dapat diminimalkan sejak usia anak. Langkah awal yang mungkin dilakukan adalah melakukan deteksi dini faktor resiko dan gangguan perilaku pada anak. Karena faktor genetic adalah diturunkan maka faktor orangtua juga harus menjadi perhatian. Bila salah satu orangtua mengalami gejala psikopat maka anak akan berpotensi mempunyai resiko yang besar mengalami hal yang sama.

Sebaiknya harus diketahui dan dikenali gejala psikopat pada orang tua. Beberapa gejala psikopat adalah sebagai berikur diantaranya adalah :
  1. Impulsif dan sulit mengendalikan diri. Untuk psikopat tidak ada waktu untuk menimbang baik-buruknya tindakan yang akan mereka lakukan dan mereka tidak peduli pada apa yang telah diperbuatnya atau memikirkan tentang masa depan. Pengidap juga mudah terpicu amarahnya akan hal-hal kecil, mudah bereaksi terhadap kekecewaan, kegagalan, kritik, dan mudah menyerang orang hanya karena hal sepele.
  2. Sering berbohong, fasih dan dangkal. Psikopat seringkali pandai melucu dan pintar bicara, secara khas berusaha tampil dengan pengetahuan di bidang sosiologi, psikiatri, kedokteran, psikologi, filsafat, puisi, sastra, dan lain-lain. Seringkali pandai mengarang cerita yang membuatnya positif, dan bila ketahuan berbohong mereka tak peduli dan akan menutupinya dengan mengarang kebohongan lainnya dan mengolahnya seakan-akan itu fakta.
  3. Manipulatif dan curang. Psikopat juga sering menunjukkan emosi dramatis walaupun sebenarnya mereka tidak sungguh-sungguh. Mereka juga tidak memiliki respon fisiologis yang secara normal diasosiasikan dengan rasa takut seperti tangan berkeringat, jantung berdebar, mulut kering, tegang, gemetar -- bagi psikopat hal ini tidak berlaku. Karena itu psikopat seringkali disebut dengan istilah "dingin".
  4. Egosentris dan menganggap dirinya hebat.
  5. Tidak punya rasa sesal, rasa berdosa dan rasa bersalah. Meski kadang psikopat mengakui perbuatannya namun ia sangat meremehkan atau menyangkal akibat tindakannya dan tidak memiliki alasan untuk peduli.
  6. Senang melakukan pelanggaran dan bermasalah perilaku di masa kecil.
  7. Kurang empati. Bagi psikopat memotong kepala ayam dan memotong kepala orang, tidak ada bedanya.
  8. Psikopat juga teguh dalam bertindak agresif, menantang nyali dan perkelahian, jam tidur larut dan sering keluar rumah.
  9. Tidak mampu bertanggung jawab dan melakukan hal-hal demi kesenangan belaka.
  10. Tidak bertanggung jawab atas kewajiban.
  11. Tidak bertanggung jawab atas tindakan sendiri.
  12. Hidup sebagai parasit karena memanfaatkan orang lain untuk kesenangan dan kepuasan dirinya.
  13. Sikap antisosial di usia dewasa.
  14. Persuasif dan memesona di permukaan.
  15. Butuh stimulasi atau gampang bosan. .
  16. Emosi dangkal.
  17. Buruknya pengendalian perilaku.
  18. Longgarnya perilaku seksual
  19. Masalah perilaku dini (sebelum usia 13 tahun).
  20. Tidak punya tujuan jangka panjang yang realistis.
  21. Pernikahan jangka pendek yang berulang.
  22. Kenakalan remaja.
  23. Melanggar norma.
  24. Keragaman kriminal.

Beberapa penyimpangan perilaku pada anak harus diketahui dan dikenali orang tua sejak dini. Gejala dan diagnosis psikopat pada anak sampai saat ini masih sangat sulit dan belum ada alat diagnosis yang dapat digunakan. Usia yang dapat dilakukan pengamatan adalah saat usia 6 – 13 tahun.

  1. Beberapa faktor resiko yang harus dicermati, adalah sebagai berikut :
  2. Sering berbohong, bila ketahuan berbohong tak peduli dan akan menutupinya dengan mengarang kebohongan lainnya dan mengolahnya seakan-akan itu fakta.
  3. Impulsif dan sulit mengendalikan diri. Emosi tinggi, tantrum dan agresif. Mudah terpicu amarahnya akan hal-hal kecil, mudah bereaksi terhadap kekecewaan, kegagalan, kritik, dan mudah menyerang orang hanya karena hal sepele.
  4. RESPON FISIOLOGIS MINIMAL tidak berkeringat, jantung berdebar, mulut kering, tegang, gemetar bila melakukan kesalahan yang besar dan fatal.
  5. Emosi dangkal, saat sedih dan gembira ekspresinya tidak terlalu kelihatan.
  6. Tidak punya rasa sesal dan rasa bersalah, sering menyangkal akibat tindakannya dan tidak memiliki alasan untuk peduli.
  7. Senang melakukan pelanggaran dan peraturan keluarga atau sekolah.
  8. Kurang empati terhadap perasaan keluarga dan teman sepermainan
  9. Agresif, menantang nyali dan perkelahian, jam tidur larut dan sering keluar rumah.
PENCEGAHAN SEJAK DINI

Mengingat factor penyebab psikopat masih belum terungkap jelas, naka penanganannya yang dilakukan tidak bisa optimal. Untuk tahap pengobatan dan rehabilitasi psikopat saat ini baru dalam tahap kopleksitas pemahaman gejala. Terapi yang paling mungkin adalan tanpa obat seperti konseling. Namun melihat kompleksitas masalahnya, terapi psikopat bisa dikatakan sulit bahkan tidak mungkin. Seorang psikopat tidak merasa ada yang salah dengan dirinya sehingga memintanya datang teratur untuk terapi adalah hal yang mustahil. Yang bisa dilakukan manusia adalah menghindari orang-orang psikopat, memberikan terapi pada korbannya, mencegah timbul korban lebih banyak dan mencegah psikopat jangan berubah menjadi kriminal.
Beberapa penelitian menyebutkan faktor lingkungan juga sangat berpengaruh. Lingkungan tersebut bisa berupa fisik, biologis dan sosial. Faktor lingkungan fisik dan sosial yang beresiko berkembangnya seorang psikopat menjadi kriminal adalah tekanan ekonomi yang buruk, perlakuan kasar dan keras sejak usia anak, penelantaran anak, perceraian orang tua, kesibukan orangtua, faktor pemberian nutrisi tertentu, dan kehidupan keluarga yang tidak mematuhi etika hukum, agama dan sosial. Lingkungan yang beresiko lainnya adalah hidup ditengah masyarakat yang dekat dengan perbuatan kriminal seperti pembunuhan, penyiksaan, kekerasan dan lain sebagainya.

Sedangkan lingkungan biologis salah satunya yang saat ini banyak diteliti adalah pola makan apakah berpengaruh terhadap tindak kriminal tersebut. Adanya penelitian yang dilakukan Peter C dkk tahun 1997 didapatkan hasil yang cukup mengejutkan. Didapatkan kaitan diet, alergi makanan, intoleransi makanan dan perilaku kriminal di usia muda. Hal ini akan menjadi informasi dan fakta ilmiah yang menarik dan sangat penting. Meskipun demikian masih belum dapat dijelaskan mengapa beberapa faktor tersebut berkaitan. Terdapat beberapa faktor resiko untuk terjadi tindak kekerasan dan kriminal tersebut seperti agresifitas, emosi, impulsifitas, hiperaktif, gangguan tidur dan sebagainya.
Ternyata banyak faktor resiko tersebut juga terjadi pada penderita alergi dan intoleransi makanan. Belakangan terungkap bahwa alergi menimbulkan komplikasi yang cukup berbahaya, karena alergi dapat mengganggu semua organ atau sistem tubuh kita termasuk gangguan fungsi otak. Gangguan fungsi otak itulah maka timbul gangguan perkembangan dan perilaku pada anak seperti gangguan konsentrasi, gangguan emosi, gangguan tidur, gangguan konsentrasi, impulsifitas hingga memperberat gejala penderita Autism dan ADHD. Penelitan lanjutan dari riset ini sangat dibutuhkan dan akan menjadi sangat penting, khususnya bagi penderita psikopat yang beresiko menjadi pelaku kriminal.
Bila pada anak terdapat faktor genetik dan terdapat beberapa perilaku tersebut, orang tua harus waspada. Karena itu yg paling penting adalah lingkungan keluarga yang sehat dan harmonis. Keluarga yang dibangun penuh kekerasan, anak yang ditolak orangtuanya, diperlakukan kejam adalah lingkungan yang memicunya. Faktor genetik, gangguan fungsi otak dan lingkungan tersebut dapat saling mempengaruhi pada seorang anak. Bila itu terjadi, bukannya tidak mungkin akan tercipta “monster manusia” atau psikopat lainnya.

Psikopat salah satu perilaku menyimpang yang banyak ditakuti masyarakat sebenarnya selama ini banyak terdapat disekitar kita. Sekitar 1 dari 100 orang di dalam masyarakat adalah psikopat. Hampir seperlimanya akan berperilaku kriminal seperti pembunuh, pemerkosa, koruptor, pemabuk, atau penjudi. Mungkin salah satunya akan berpotensi menjadi “monster penjagal manusia”. Faktor lingkungan yang beresiko berkembangnya seorang psikopat menjadi kriminal adalah tekanan ekonomi yang buruk, perlakuan kasar dan keras sejak usia anak, penelantaran anak, perceraian orang tua, kesibukan orangtua, faktor pemberian nutrisi tertentu, dan kehidupan keluarga yang tidak mematuhi etika hukum, agama dan sosial.

Bila deteksi dini gangguan perilaku pada anak dilakukan dengan baik. Ditunjang kehidupan keluarga yang baik dan harmonis maka idealnya psikopat tidak akan berubah menjadi kriminal. Meskipun hanya sebagian kecil saja kelompok psikopat yang berurusan dengan kriminalitas, tetapi tetap saja psikopat dianggap racun dan sampah masyarakat. Sehingga bila tidak dilakukan deteksi dan pencegahan sejak dini maka akan mengakibatkan kehidupan yang kelam bagi masa depan anak.

DAFTAR PUSTAKA
  1. C. Peter; W. Bennett Jonathan Brostoff. The Health of Criminals Related to Behaviour, Food, Allergy and Nutrition: A Controlled Study of 100 Persistent Young Offenders.Journal of Nutritional & Environmental Medicine, Volume 7, Issue 4 December 1997 , 359 - 366
  2. Stanley B, Molcho A, Stanley M, Winchel R, Gameroff MJ, Parsons B, et al. Association of aggressive behavior with altered serotonergic function in patients who are not suicidal. Am J Psychiatry. Apr 2000;157(4):609-14.
  3. Bloom JD, Wilson WH. Offenders with schizophrenia. In: Hodgins S, Mhuller-Isberner R, Eds. Violence, Crime & Mentally Disordered Offenders: Concepts & Methods in Effective Treatment & Prevention, Series in Forensic Clinical Psychology. New York, NY: John Wiley & Sons; 2000:113-30.
  4. Briken P, Habermann N, Kafka MP, Berner W, Hill A. The paraphilia-related disorders: an investigation of the relevance of the concept in sexual murderers. J Forensic Sci. May 2006;51(3):683-8.
  5. Buckley PF. Pharmacologic options for treating schizophrenia with violent behavior. Supplement to Psychiatric Times. Oct 2004;1-8.
  6. Burke H, Hart SD. Personality disordered offenders: conceptualization, assessment and diagnosis of personality disorder. In: Hodgins S, Mhuller-Isberner R, eds. Violence, Crime & Mentally Disordered Offenders: Concepts & Methods in Effective Treatment & Prevention, Series. New York, NY: John Wiley and Sons; 2000.
  7. Eaves D, Tien G, Wilson D. Offenders with major affective disorders. In: Hodgins S, Muller-Isberner R, eds. Violence, crime and mentally disordered offenders: concepts and methods in effective treatment and prevention, Series in Forensic Clinical Psychology. New York: John Wiley and Sons; 2000:131-52.
  8. Hales RE, Yudofsky SC. Essentials of Clinical Neuropsychiatry. 4th ed. Washington DC: American Psychiatric Press; 2003.
  9. Kendler KS. Reflections on the relationship between psychiatric genetics and psychiatric nosology. Am J Psychiatry. Jul 2006;163(7):1138-46.
    · Kolko DJ. Efficacy of cognitive-behavioral treatment and fire safety education for children who set fires: initial and follow-up outcomes. J Child Psychol Psychiatry. Mar 2001;42(3):359-69.
  10. Nedopil N. Offenders with brain damage. In: Hodgins S, Muller-Isberner R, eds. Violence, Crime and Mentally Disordered Offenders: Concepts and Methods in Effective Treatment and Prevention. Series in Forensic Clinical Psychology. New York, NY: John Wiley and Sons; 2000:39-62.
  11. Rosenbaum JF, Arena GW, Hyman SE, et al. Handbook of Psychiatric Medication Treatment. 5th ed. Philadelphia: Lippincott, Williams, and Wilkins; 2005.